Jumat, 25 Februari 2011
GORONTALO, KOMPAS – Perusahaan dari Korea Selatan, LIG Ensulting, dalam waktu dekat, akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga biomas di Provinsi Gorontalo senilai 30 juta dollar AS. Dengan menggunakan bahan baku tongkol jagung dan sekam, diproyeksikan dapat dihasilkan tenaga listrik 12 megawatt. Hanya saja, belum ada kesepakatan mengenai harga jual listrik kepada Perusahaan Listrik Negara.
Menurut Direktur LIG Ensulting Jeong Chae, potensi pembangkit listrik tenaga biomas di Gorontalo sangat besar. Apalagi, di Gorontalo banyak terdapat bahan baku berupa tongkol jagung dan sekam padi. Pihaknya optimistis rencana investasi berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga biomas (PLTB) di Gorontalo akan terwujud.
Dari perhitungan kami, nilai jual listrik kepada PLN yang terendah nantinya adalah Rp 1.200 per kWh. Kami perlu bantuan Pemerintah Provinsi Gorontalo untuk melobi PLN Gorontalo agar ada kesepakatan harga jual listrik dari kami dengan nilai tersebut, ucap Jeong, Kamis (24/2), saat memaparkan rencana investasi perusahaan itu di Kantor Gubernur Gorontalo.
Jeong menambahkan, diperlukan lahan seluas tujuh hektar untuk lokasi pendirian PLTB di Gorontalo. Selain itu, dibutuhkan juga bahan baku biomas sekitar 300 ton per hari dari tongkol jagung dan sekam padi.
Ia menyebut bahwa perusahaannya memerlukan waktu sekitar dua tahun empat bulan untuk pembangunan PLTB di Gorontalo.
Kepala Badan Investasi Daerah Provinsi Gorontalo Rusthamrin Akuba mengatakan bahwa Gorontalo mampu menghasilkan tongkol jagung sebanyak 104.000 ton per tahun. Sekam yang bisa dihasilkan mencapai 67.000 ton per tahun. Artinya, menurut dia, kebutuhan untuk PLTB tersebut dapat tercukupi di Gorontalo.
Bahkan, jika batang pohon jagung berikut daunnya disertakan, Gorontalo mampu menyediakan bahan baku biomas dalam jumlah lebih banyak lagi. Kami optimistis rencana ini bisa diwujudkan untuk mengatasi krisis listrik di Gorontalo, ucap Rusthamrin.
Dari Pangkal Pinang dikabarkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjajaki teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir dari Jepang dan Korea Selatan. Bangka Belitung berencana membangun dua pembangkit listrik tenaga nuklir dalam 12 tahun ke depan.
Sementara itu, PLN di wilayah Flores bagian timur mendapat target dari PLN pusat untuk merealisasikan rasio elektrifikasi sebesar 60 persen pada tahun 2011.
Hal itu akan diupayakan dengan menjangkau sebanyak 11.000 pelanggan baru melalui pengadaan pembangkit listrik tenaga surya. (APO/RAZ/SEM)
http://cetak.kompas.com/read/2011/02/25/03540359/tongkol.jagung.untuk.pembangkit
Perusahaan dari Korea selatan LIG Ensulting, dalam waktu dekat akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga biomassadiGorontalo senilai 30 juta dollar AS. Dengan menggunakan bahan baku tongkol jagung dan sekam, diproyeksikan dapatdi hasilkan tenaga listrik 12 megawatt (Kompas 25/02/2011).
Biomassa, dalam industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi (Wikipedia).
Secara sederhana dapat di katakan bahwa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.Kayu bakar adalah contoh biomassa yang sejak dulu digunakan oleh manusia. Energi yang terkandung dalam kayu akan dilepaskan dalam bentuk panas. Energi tersebut berasal dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan.
Jenis-jenis biomassa dapat berasal dari limbah seperti limbah kelapa sawit, sekam padi, limbah tebu, dan kayu dan juga dapat berasal dari yang secara khusus ditanam misalnya jarak, sorgum, alga, dll. Bahan bakar cair yang dihasilkan kemudian dicampur dengan minyak dan sering disebut biofuel. Jika dicampur solar disebut biodiesel. Jika dicampur dengan bensin disebut bioethanol.
Sebagai Negara tropis, Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sumber-sumber energy diluar energi fosil yang selama ini di gunakan. Biomasa hanyalah salah satu dari potensi yang ada. Belum lagi energy surya, geothermal, hidro,angin,mikrohidro.dan sumber energy lainnya. Sayang nya semua potensi ini belum di manfaatkan dengan maksimal. Selama ini kita terlalu dininabobokan dengan potensi bahan bakar fosil yang kita miliki. Minyak bumi, gas dan batu bara merupakan andalan sumber energy bagi Negara kita. Dampak yang timbul terhadap lingkungan kurang mendapat perhatianyang penting menguntungakn secara ekonomis.Kita abai terhadap potensi besar yang kita miliki.
Pemerintah pernah meluncurkan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Saat itu lahan-lahan kritis, pinggir-pinggir jalan tol dan pematang sawah ditanami pohon jarak. Entah bagaimana nasibnya program pemerintah ini, yang jelas gaung nya tampak mulai meredup.Rencana besar tanpa perencanaan yang matang memang tidaklah mudah di laksanakan. Kendala-kendalateknis dan non teknis harus dibenahi terlebih dahulu. Tanpa keseriusan dan komitmen yang kuat semua itu hanya mubazir.
Permasalahan yang dihadapi adalah keterbatasan teknologi, keterbatasan lahan dan keterbatasan pasar atau penggunanya. Selain itu, belum adanya aturan hukum yang jelas dalam industri ini dan standar penggunaan bahan-bahan untuk biodiesel dan bioetanol menyulitkan masyarakat dan produsen biodiesel dan bioetanol untuk memperoleh pembiayaan dan menjalankan bisnisnya.
Perusahaan swasta milik Korea Selatan ini tentu saja sudah berhitung secara ekonomi sebelum mengembangakan usaha tersebut. Listrik berbahan bakubiomassa selama ini dianggap tidak efisein dan tidak menguntungkan secara ekonomi. Keberanian perusahaan ini tentu saja harus di dukung oleh pemerintah, Kita bisa belajar banyak jika nanti usaha ini sudah mulai beroperasi.
Gorontalo sebagai daerah penghasil jagung di tanah air dianggap merupakan tempat yang cocok untuk usaha ini. Jika memang tongkol jagung dan sekam padi yang merupakan limbah pertanian yang di gunakan tentu saja akan sangat bermanfaat. Lain hal nya jika yang digunakan adalah bungkil jagung, tentu saja ini bisa berpengaruh terhadap kebutuhan jagung di tanah air. Bungkil jagung selama ini banyak digunakan di perusahaan-perusahaan pakan ternak. Kenaikan harga jagung dapat menyebabkan kenaikan harga pakan yang bisa berimbas ke harga-harga produk peternakan.Pemanfaatan biomassa sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang tidak bersinggungan dengan bahan pangan ataupun pakan utama ternak.
Berbagai kendala tentu saja akan banyak di hadapi dalam pengembangan Energi berbasis biomassa ini. Perlu langkah-langkah yang berani dan terencana untuk memanfaatkan semua potensi yang kita miliki. Potensi besar tanpa aksi nyata adalah percuma. Kita hanya berharap program energy dengan memanfaatkan tongkol jagung ini dapat berkembang dan ditiru di daerah lain. Jangan sampai umurnya hanya “seumur jagung” seperti program-program yang pernah di canangkan pemerintah sebelumnya.
***Dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Money Selengkapnya
GORONTALO, KOMPAS.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) secara resmi mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB) pertama di Indonesia. Pembangkit listrik ini memanfaatkan tongkol jagung sebagai sumber energi utama untuk menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.
Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan operasional PLTB itu disaksikan Direktur Operasi Indonesia Timur PLN Vickner Sinaga, dan Wakil Gubernur Gorontalo, Idris Rahim serta GM PLN Suluttenggo, Santoso Januwarsono pada Senin (21/7/2014). PLTB itu memiliki kapasitas 500 kilo watt (kW) yang berlokasi di kecamatan Pulubala, Gorontalo.
Menurut Santoso Januwarsono, ide awal pembangunan PLTB ini karena ditantang oleh Vickner Sinaga pada 2 tahun lalu untuk bisa menghasilkan listrik dengan melihat potensi lokal Gorontalo. "PLTB Pulubala ini menjadi salah satu upaya nyata PLN untuk menggunakan kearifan lokal. Apalagi Gorontalo selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia," ujarnya.
Dahlan Iskan berharap PLTB Pulubala menjadi awal hadirnya pembangkit-pembangkit biomassa di Indonesia. "PLTB Pulubala ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan tingkat kebutuhan listrik masyarakat kita. Nanti akan dibangun lebih banyak lagi pembangkit listrik biomassa dengan kapasitas bervariasi, mulai dari 500 kW bahkan hingga diatas 1 MW. Bahan bakarnya pun bisa dari apa saja, tidak terbatas tongkol jagung, tapi dari cangkang sawit, pelepah kayu dan sebagainya" ujarnya.
Saat ini pertumbuhan ekonomi di Gorontalo mencapai 7,76 persen, sehingga kebutuhan listriknya naik 11,36 persen per tahun. Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik di Gorontalo jika menggunakan BBM adalah Rp 2.900/kWh sedangkan jika menggunakan PLTB Tongkol Jagung ini, bisa ditekan menjadi Rp 1.058/kWh.
Beban listrik di Gorontalo saat ini mencapai 78 MW untuk melayani 187.000 pelanggan, diantaranya 70.000 pelanggan di seluruh propinsi Gorontalo telah menggunakan layanan listrik prabayar. Saat ini listrik di Gorontalo telah terhubung dalam sistem interkoneksi 150 kV Sulutgo (Sulawesi Utara-Gorontalo). (Agustinus Beo Da Costa)baca juga: Ini Perubahan Tarif PLN Mulai 1 Juli 2014
%PDF-1.5
%µµµµ
1 0 obj
<>>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>/ExtGState<>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.32 841.92] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
xœVKoãF¾ðàqTÀ“y?‚År¢x;r+Û‹„®ë¸»h\úïKÊv`a+Ã#Í`ø‘üÈ.îáÇ‹»«òÄÇ�0¾¾‚q=\ÜH�–GõŸÃ��?\ÑŠ^jîÔÜ7YxX톫vŽ³Épð…ÝwÙH³¼ºÉF†åy�g£À*È~‡úv8(P);Á+'¹Šçð_X=ÏF–U™Ò0Ï›¥´ñ<Ú.ÂmkB6rl‚¢�ÕéxQŒ[Ó&¯›Ê¶‘@�w܇#öâ±up\Ðø EU<�‡_B>«iù°Tåu™�¤`7 x£
—²n
wW gá’�p)�ª+%7œv\á®×»ýn¿…ýö_2lÿ
6ËÍmÝîŸÖPïWYd
Nw�{Z·Ö¾¤¬–ËØAï5V�ûj¡±\¡ÇBpãNán2ËžÐÆ{²�l{nþ"›^(6ô±%”HÅß"–ïBŽ’{
7º»�G‘)™ñ�[Ûéu[¿ã¶Q‚¨Ó^pe¿Ä¼Ç]Äè"ˆÆ|÷G�ù3ñõt™2^aÈlW¤W¯}G¯Ä“eh¡¸Ö'�ï}RÇ“3µƒY5™c›.áó¿Úè¿,3Ïžá�,eÂ×5¦±Òì¿L‰v(xSLñM“â ®ãóû8pi”sܹËAsJž?7;$áWºBÊ”l°Üû®l™IÍ /'¤¦Ì�¤ö<å`RÄhÉýý½ÄøbKšLÌ9&^áþàÕ‚¼"éK¼žµ�6åž\È.Jò�K¼Óô/ú¨³f»¶þš½ †Ó ^ó2j®OØ¿aææø?½4Tc÷˜ XB
—4¯Ž;à×iÒ®~Ƭ1(ØNë*<+Å×íaWºªynH,½2t+¦aSAá±–JvG
Pemanfaatan Tongkol Jagung Menjadi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil (Benar)
%PDF-1.6
%âãÏÓ
667 0 obj
<>
endobj
685 0 obj
<>/Filter/FlateDecode/ID[]/Index[667 30]/Info 666 0 R/Length 90/Prev 2208321/Root 668 0 R/Size 697/Type/XRef/W[1 2 1]>>stream
hŞbbd``b`v@‚i%�`›$Xê@€c�`]‹±<@¬b¡"~€ˆ ‘$BŞ Y a-ÍÀÄȤ2™�‘hâÿÿ°ï ϧ
3
endstream
endobj
startxref
0
%%EOF
696 0 obj
<>stream
hŞb```¢ÖFŠ±1ÇÇ4^®ñ%ª.ɼ8ãÚå. }$Ap džªÕw;W€Ô3
ên=ßàâx/·ø‰`Çôͳ~…¨ìyc´.û‰P\Ò†—a;?q´yo=ÏÑY´¶"ψK/GNPèc�CGƒK�” ŒB ¶rˆÃÑr3@*;pº4XiO,’Ï ÀhŦÄÌÏ”Èğ›Å�ù
óMæÌ�Ì™~×[¯QµK`ÊÍäbøËÀ°[�‰ƒõ $K¯ i6=MxÀX0(nŒyˆ :R
endstream
endobj
668 0 obj
<>/Metadata 54 0 R/Pages 665 0 R/StructTreeRoot 71 0 R/Type/Catalog>>
endobj
669 0 obj
<>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text]>>/Rotate 0/StructParents 0/TrimBox[0.0 0.0 595.276 841.89]/Type/Page>>
endobj
670 0 obj
<>stream
h޼—ûn9ÆŸ€wğŸ D�¯s‘RZZ`¹nS(WUÓ‰“�Ì„™I)<ı~Ç“´ié�]±9¾ÛÇÇöïs¢$RDI,R‹(*ål*Œ‰E„tGˆ•P.N�ĞBÅ�KŒĞ‘sHXaœá„&�ñğ!
�
Å8+[O›/éUİ̲’¶BmHzıFtÍÂ#~)
}nø2k�вò´÷cîiû¤{2ì²ÎS�…nõ<4|ôèÆÑûšß>ôãofß®òzTTÚ/ªAÕ§ùÇÅxì_å¾ı¤Â�GÔMâï5~Z*³ñ•Rêt'ˆ÷¦4>èBş1—W…”‰²‚:”??ĞîÁàËÒÆåŒı’ÛÜW�HI[Ùü©/&ÓNDÒĞÖ4k†¾»û'¡v�å�æ¾áÉ)›!ÕfÕˆæPúqק¶†²¶óM7çõl–ÑôÇ|ê+î\Ô#jˬ�ÒOßÔl(›×›JãzÑи8öÔ'Ôúcô «£ª@ü.ë
ų¢Oe
h“¶è1mÓ=¡§ôŒş¢çŸïĞÂa ×ô†viH{ô–ŞÑ>½§ôÁô¼n˜äüÈ�,ÜæE¶jâ`Ìâ°c+ØE{õÛ
Û=ò"Šuh|j"n㨛¶ŸŒIàU0ÊÅÂI)Lš† ¤“ÂZFp
•V‰H^Ú\ÚÆ¡T.¿X;öîj Ş)´µa�m„er«`0‡Õø #TsHE¥˜�·Î!ŒˆÁOX[á¢}¸vñÒÒÀf+……m‘ÕØH0-’ÀÕJ0“]šœÎÈÎ@k´t1æugNcáŒ:vì:N+ƒêÎD¡�ƒO$ƒ¾Ğ„%,#ß%ÂôÖÁ+êlÎÛ};a±.ÁÎ/¿ÉZE¾ËªÌ ¥¬œOûœr;kiÀ¶ÒP¦ ?»1
ëË,@Æ1åÆKÊ��ÊSöd¯HxŠcµ�båÎPüÿÛ¹$µ?ÉË [Ì�»bRѨ.ˬùm„ÏËEûo9şùÎH^ú¶%ÿmPM)n TßvÅ5”_cüß—Pş°Éò#ß…U-ÓıºÖğ?i²ã›EàÛ%2À#.eÀ—e1o‹¶—€31èk?ß¹Q&hä'ì5öó¬¨àìÙ‚
w4ì $§Y9î}»,li+÷£ûI¯ûmȺ¢a׳|�—LÑGu^4ùb6.ıɺÅÑåb‡:#ÅGúb¤Ï‹Ñ‡�İ烧§Š°ë'>q×둽B�`åurdÒä¼]1ù™"¥ê¢"©_)Õç Ô¿F‘ÔåŠdïğ�� X—Ğ ±s¬9XVÄçœM¬ˆACgY’´ P· :¿¼8:¦¡•ƒ.p!³4wç§w…`;¬t!˜H‡‘µ´BC_8¶Ğn}› a %PDF-1.5
%âãÏÓ
765 0 obj
<>
endobj
785 0 obj
<>/Filter/FlateDecode/ID[<9E3DBD745773114CA9B641CD6ED031CA>]/Index[765 41]/Info 764 0 R/Length 96/Prev 143362/Root 766 0 R/Size 806/Type/XRef/W[1 2 1]>>stream
hŞbbd``b`ş$f ¦J Áæ
$X
€‹ˆ•bıF î Áè⊀ˆVWH®ÜQ@BR$¦ $dYAÄ&Fæ�Œ´!şÿûõ À ÂO
endstream
endobj
startxref
0
%%EOF
805 0 obj
<>stream
hŞb```¢I¬\5 ÀÀeaàh`ØØpm ß1ÉĞIIy›^ƒ¤Y¹RZ79İ:°È;!`[GCFƒXƒG³�…¬$¿ñi! 0*3ğ3¬éPÈ0Ø�é°µ±½y/ƒ
÷a>Á&ß3llæG$ø@Ü"ÅÀøèBÕE İŒ
@J…�Iï˜ËÀ¨` Ü…(ä
endstream
endobj
766 0 obj
<